Sabtu, 26 Maret 2011

KEKAYAAN INDONESIA TAK TERNILAI

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut.

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Dikatakan unik karena di daerah pesisir ini, mangrove yang tumbuh akan secara teratur tergenang oleh air laut. Rawannya pesisir, karena daerah ini merupakan perbatasan antara daratan dengan laut, bukan hal yang tidak mungkin daratan akan sering tergerus oleh lautan. Apabila tidak ada upaya penanggulangan berupa penanaman mangrove secara kontinue, daratan yang kita tempati lambat laun bisa lenyap juga diterjang ombak. Ekosistem pesisir yang terbentuk ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain: pelindung garis pantai, pencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro.

Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan mangrove terluas di dunia, kemudian disusul oleh Nigeria, Mexico, dan Australia. Kawasan hutan mangrove yang luas di Indonesia terdapat di Sumatera (19%), Kalimantan (16%) dan Irian Jaya (58%), dan terutama tersebar di pantai-pantainya yang datar dan terlindung dari gempuran ombak yang keras. Menurut perkiraan, luas hutan mangrove di Indonesia mencapai luas 4,25 juta hektar . Namun saat ini luas tersebut telah menyusut dan sudah mengalami kerusakan hampir 68%, akibat berbagai pengalihan lahan menjadi pertambakan, lahan pertanian atau pemukiman.

Pulau Jawa telah kehilangan sekitar 90% mangrovenya dan hanya sedikit dari areal mangrove yang tersisa masuk kedalam kawasan lindung. Kawasan lindung mangrove yang terluas di Jawa mungkin di Pulau Panaitan, Jawa Barat (1.700 ha).  Sekitar 1.000 hektar mangrove terdapat di bagian utara pantai Taman Nasional Ujung Kulon.   Beberapa kawasan lindung mangrove seperti Cagar Alam Pulau Dua di ujung barat Jawa Barat serta Cagar Alam Pulau Rambut di Teluk Jakarta penting sebagai tempat berkembangbiaknya berbagai jenis burung air.  Areal mangrove terluas yang ada di Jawa saat ini adalah di Segara Anakan, Cilacap yaitu 8.957 hektar.
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (asociate asociate). Di seluruh dunia, tercatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. Dengan demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi.

Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove antara satu pulau dengan pulau lainnya. Dari 202 jenis mangrove yang telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil.

Hutan mangrove tidak akan terlepas dari satwa liar yang menghuninya sebagai ‘rumah’ bagi kelangsungan hidupnya.  Selain burung air yang menjadikan mangrove sebagai habitat ada berbagai jenis satwa, baik vertebrata maupun invertebrata, yang khas dan telah beradaptasi dengan kondisi lingkungannya antara lain ikan, moluska, udang, kepiting, buaya muara, biawak, ular, insekta, dan monyet.

Di Indonesia tercatat ada 184 jenis yang berasal dari 20 suku burung air. Berikut yang tergolong dalam suku burung air antara lain: Podicipedidae (Titihan), Phalacrocoracidae (Pecuk), Pelecanidae (Pelikan), Ardeidae (Kuntul, Cangak, Kowak), Ciconiidae (Bangau), Threskiornithidae (Pelatuk Besi), Anatidae (Bebek, Mentok, Angsa), Gruidae (burung Jenjang), Rallidae (Ayam-ayaman, Mandar, Kareo, Terbombok), Heliornithidae (Finfoot), Jacanidae (Ucing-ucingan), Rostratulidae, Haematopodidae, Charadriidae (Trinil), Scolopacidae (Gajahan, Berkek), Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae (Terik), dan Laridae (Camar).

Pada umumnya burung yang menempati areal hutan mangrove adalah jenis-jenis burung air contohnya: Bluwok Mycteria cinerea, Cangak Ardea spp., Bangau Tongtong Leptoptilos javanicus, Kuntul Egretta spp., dan beberapa jenis burung migran juga menggunakan hutan mangrove sebagai tempat persinggahan sementaranya. Tetapi ada juga beberapa jenis burung selain burung air yang menghabiskan hidupnya di hutan mangrove contohnya Bubut Jawa Centropus nigrorufus, Raja Udang, Cipoh Aegithina tiphia, Remetuk Gerygone sulphurea, Kipasan Rhipidura javanica.

Beberapa jenis avertebrata yang memiliki nilai ekonomis adalah udang dan kepiting, yang terdapat di hutan mangrove antara lain: Udang Lumpur Thalassina anomala, Keong, Kepiting Grapsid Chiromantes, Geleteng (Uca spp.), Moluska, Tiram (Crassostrea spp.), jenis-jenis Polychaeta.

Jenis reptil yang paling umum ditemui di hutan mangrove antara lain biawak Varanus salvator, Kadal Biasa Mabuya multifasciata, Ular Cincin Emas Boiga dendrophila, Ular Sanca Phyton reticulatus, dan salah satu reptil yang paling besar adalah Buaya Muara Crocodylus porosus.

Ikan yang paling umum ditemui dan merupakan ciri khas hutan mangrove adalah Ikan Gelodog Periophthalmus spp. yang mengembangkan siripnya untuk meluncur di permukaan lumpur dan air serta sering terlihat menempel di akar mangrove, Ikan Bandeng Chanos chanos, Kakap Lutjanus sp., dan Mujair Tilapia mossambica.